HIKMAH I'TIDAL DI SYARI'ATKAN BERDIRI
HIKMAH I'TIDAL DI SYARI'ATKAN BERDIRI - Adapun i'tidal dalam keadaan berdiri adalah suatu pengembaraan diri seseorang disisi Allah untuk memperingatkan hati agar tetap bersikap rendah diri, merasa hina dan menjauhi sifat gila, jadi pemimpin dan perilaku sombong serta mengingatkan betapa bahayanya berdiri disisi allah.
Ditempat yang penuh ketakutan dan mengerikan ketika di lontarkan pertanyaan demi pertanyaan. Ketahuilah! kita i'tidal dalam keadaan berdiri itu, berdiri di hadapan Allah SWT, sedangkan Allah melihat diri kita, maka dari itu berdirilah dengan dengan kesadaran penuh bahwa kita sedang menghadap Allah lahir batin agar kita merasakan hakekat kebesaran dan keagungan Allah Azza wa Jalla. (Mau'idhatul Mukminin, hal. 33)
I’tidal (sikap pengembalian) Menurut Ustadz Abu SangkanSikap pengembalian, dilakukan dengan berdiri kembali setelah melakukan rukuk. Diamlah sebentar dan biarkan tulang-tulang kembali pada posisinya semula. Dengan melakukan gerakan i'tidal agak lama, memberikan kesempatan agar aliran darah dari otak turun kembali ke seluruh tubuh. Pada saat sama, secara kejiwaan kita mengatakan, bahwa Allah Maha Mendengar orang yang memujinya (sami ’allaahu liman hamidah). Rabbanaa walakalhamdu mil-ussamaawaati wa mil -ul -ardhi wa mil - umaa syi'tamin syai-in ba'du.
"Ya Tuhan, milik Mu segala puji sepenuh langit dan bumi dan sepenuh sesuatu yang Engkau kehendaki sesudah itu." jika dilakukan dengan benar, bacaan ini sangat mempengaruhi pembacanya. Kita akan merasakan kebebasan dan kemerdekaan yang luar biasa. jiwa kita seakan diangkat ke langit spiritual yang tak terbatas. Kita menjadi tidak membawa beban apa-apa. Milik Tuhan telah kita kembalikan. Roh kita telah bebas terbang tidak terikat oleh nafsu-nafsu yang mengungkungnya. Rasa memiliki inilah yang membuat kita sering tersiksa serta membuat kita panik dan gelisah. Allah berfirman: " Apabila datang musibah kepada mereka maka mereka mengatakan, sesungguhnya Aku berasal dari Allah dan kepada-Nya aku kembali " (Al Baqarah, 2: 156 )
Dengan sikap pengembalian inilah manusia menjadi terbebas dari sensasi perasaan yang berasal dari hati dan sensasi pikiran yang muncul dari otak, serta sensasi nafsu yang muncul dari libido(sex) tubuh kita. Karena sang Aku bukan itu semua. "Aku" bebas dari itu semua karena 'Aku" kembali kepada Allah. Kondisi seperti ini menurut ahli psikologi dinamakan sebagai Gate Control Theory, yaitu hilangnya pengaruh sensasi tubuh termasuk rasa sakit, rasa gelisah, rasa sedih, dan rasa capek, karena adanya rangsangan dari dalam diri sendiri yang lebih besar dibandingkan rangsangan dari luar sehingga menghambat rangsangan dari luar tersebut masuk ke dalam otak. Rangsangan yang lebih besar pada saat seseorang melakukan sikap pengembalian adalah meningkatnya tingkat kesadaran (altered states of consciousness)13, dimana muncul kesadaran iiwa untuk lepas dari ikatan tubuh.
Sebuah kisah terjadi pada peristiwa Sayyidina Ali, di saat itu tubuhnya tertusuk anak panah. Beliau merasakan kesakitan ketika anak panah dicabut oleh sahabat yang lain. Karena tidak tahan dengan sakitnya, maka beliau memutuskan untuk melakukan shalat dua raka'at sambil memesan kepada. sahabatnya: "Cabutlah anak panah ini di saat saya sedang shalat". Sungguh ajaib, beliau tidak
merasakan kesakitan sama sekali di saat anak panah itu dicabut dari tubuhnya. Rasa sakit (sensasi rasa sakit) telah dihambat oleh rasa yang lebih besar yaitu rasa tenang dan nikmat memenuhi otak beliau ketika melakukan shalat. Seorang yang kaya raya telah meminjamkan rumah dan segala perabotannya kepada orang lain selama dua puluh tahun dengan janji akan diminta kembali pada waktunya nanti. Setelah waktunya tiba, si pemilik rumah datang untuk mengambil hak miliknya. jika si peminjam adalah seorang yang sadar atas hal tersebut, maka ia akan berterima kasih atas kebaikan yang telah diberikan kepadanya. la tidak akan kecewa, malah terharu, karena dijaman sekarang masih ada orang yang mau membantu meminjamkan rumahnya sekian lamanya. la akan berterima kasih berulang-ulang kepada si pemilik rumah dan kalau sudah mengucapkannya, rasanya plong sekali dan penuh kebahagiaan. (Drs Sentot Haryanto. MS, Psikoiogi Shalat. Mitra Pustaka. 2003)
Sikap ini akan terjadi tatkala kita mengembalikan kesadaran kita, bahwa segala sesuatu adalah milik Allah. Dengan demikian, akan muncul perasaan bahwa sebenarnya kita tidak memiliki apa-apa. Hati bening sekali di kala rumah kita terbakar, anak kita mati. ltu sernua bukan cobaan, tetapi hanyalah fitnah (presepsi) pikiran kita yang keliru, karena menganggap sernua itu adalah hasil karya kita dan milik kita. Semakin kesadaran kita tertutup (rendah), maka semakin banyak pula ketersiksaan hati kita.
Praktek i'tidal
Berdirilah dengan tenang dan biarkan jiwa kernbali pergi ke hadirat Nya. Sadarkan, bahwa penglihatan dan pendengaran yang kita sandang, pernafasan yang mengalir sendiri, jantung berdenyut tiada henti, daya kekuatan diri serta otak yang berpikir, kita selaraskan dengan kemauan kodrat llahi. Lepaskan sernua itu pelan-pelan clan layangkan kepada Zat Yang Maha Meliputi. Setelah kita benar-benar melepaskan sernua energi dan rasa memiliki, kita akan berada pada suasana tidak punya apa-apa. Kita hanyalah makhluk mendapatkan celupan Allah (sibghatullah). Kita berada dalam kendali kehendak Zat Yang Maha Cerdas.
Biarkan suasana itu terasa sampai mantap. jangan terburu-buru untuk bersujud. Dalam kondisi seperti ini, tubuh Anda akan secara
otomatis menjadi rileks dan santai. Kondisi dimana otak Anda tidak bekerja optimal, seperti pikiran anak kecil: berpikir tanpa pola dan tanpa persepsi. Yang Anda rasakan hanya getaran yang mengalir ke sekujur tubuh yang mengangkat perasaan Anda lepas. (Buku "Pelatihan Shalat Khusuk")
wah izin bookmark artikel ini dulu gan,,,ane simpen...
BalasHapussilahkan sob, terima kasih kunjungannya
Hapus